BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS
Powered By Blogger

What are you looking for?

12.16.2009

Hanya Ingin Bercerita :D

Tulisan ini bukan bertujuan untuk apapun,. Hanya sebagai catatan pribadi dari penulis yang ingin menuangkan unek-uneknya…

Kita sebagai warga Indonesia pada umumnya dan anak sekolah khususnya yang notabene memperoleh pelajaran sejarah di sekolah, tentu tahu mengenai seluk beluk G 30 S / PKI tahun 1965, yang sangat gencar diberantas oleh pemerintah kita. Memang benar partai terlarang ini sangat mengancam kehidupan Pancasila. Dan kekejaman para pelaku terhadap para petinggi militer kita sudah bukan menjadi rahasia lagi. Semua hal itu menjadi menu khusus bagi ulangan mata pelajaran sejarah dari mulai tingkat SD sampai SMA.

Tapi yang ingin dituangkan oleh penulis di sini adalah mengenai nasib orang-orang yang bisa dibilang “kena batunya” akibat peristiwa bersejarah di Bumi Pertiwi kita itu.

Tahukah, mengenai pemerintah yang menganak-tirikan para keturunan mereka-yang-terlibat agar tidak bisa menjadi pegawai negeri?? Jangankan pegawai negeri, untuk mengembangkan usaha saja dipersulit. Pernahkah terpikir dalam benak kita bagaimana susahnya mereka??

Ada satu contoh, seorang anak laki-laki yang ayahnya terlibat dalam gerakan terlarang itu. Perbuatan si ayah memang tak bisa dibenarkan, dan dia juga sudah terbunuh dalam pembantaian para-juragan-komunis tersebut, Tapi nasib si anak kecil ini, dia terancam tak memperoleh hak pendidikan. Apa dosa anak ini? Kenapa kesalahan sang ayah ditimpakan kepadanya? Inikah keadilan? Akhirnya anak ini keluar dari rumah, bekerja pada orang lain demi mendapatkan uang yang akan digunakan untuk membiayai sekolahnya kelak, itu impiannya. Karena jika ia tetap di rumah, ia tak akan bisa lepas dari “mata-mata” pemerintah. Singkat cerita, tiba saatnya ia bersekolah. Ia menggunakan nama kakaknya untuk menjadi nama ayahnya. Sambil terus bekerja. Dan tahukah, apa pekerjaan si anak SD yang cerdas ini? Kondektur bus!!

Contoh yang lain, seorang seniman Indonesia, sutradara ternama, pelukis juga, sebut saja Mr. Andi. Pada waktu peristiwa tahun ’65 itu terjadi, ia tengah berada di Rusia menuntut ilmu. Ia melanjutkan studi seninya. Tentunya kita juga paham akan reputasi Rusia dan China mengenai politik komunisnya. Dan tebak apa dampaknya!! Sang sutradara telah dicap oleh pemerintah kita di sini bahwa ia terlibat dalam gerakan PKI bahkan menjadi salah satu otak gerakan tersebut. Padahal ia hanya mendengar tentang kekisruhan di negerinya tersebut melalui berita. Tapi apa daya. Serupa dengan cerita si anak SD tadi, keluarganya di sini terus dipantau ketat oleh antek-antek pemerintah. Dan kita tentu tahu akibatnya. Jangankan berhubungan, saling mengunjungi, atau yang lain, sekedar menelepon untuk tahu bagaimana kabar Mr. Andi di sana pun, tak berani dilakukan oleh kelurganya di sini. Dampak lebih lanjutnya adalah paspornya dicabut oleh Kedutaan Besar RI yang ada di Rusia, sehingga ia tak bisa pulang. Tak lama setelahnya, statusnya sebagai WNI juga malayang. Ya, ia menjadi orang yang tak diakui sebagai warga negara manapun di dunia ini, bahkan juga Rusia tempatnya manimba ilmu. Karena memang hubungan Indonesia dengan Negara-negara paham kiri agak bermasalah setelah gencarnya pemberantasan komunis di Indonesia. Sekarang resmilah sang sutradara di cap sebagai penjahat komunis. Dan sampai hari ini, Mr. Andi belum menginjakkan kakinya kembali di Bumi Pertiwi, tempat tumpah darahnya, tempat di mana keluarganya berada, tempat di mana ia bisa berbagi kebahagiaan di waktu lebaran tiba, dan tempat di mana ibunya berada, seseorang yang pasti sangat merindukan putranya tercinta itu. Bahkan sekali-pun tak pernah Mr. Andi mendapat izin untuk pulang kembali ke sini. Bayangkan!!

Itulah sekelumit kisah mengenai orang-orang yang dirugikan – bahkan benar-benar sangat dirugikan. Di sekitar kita mungkin banyak kisah-kisah yang lain, yang sebenarnya ada tapi disimpan dengan begitu rapat.

Penulis hanya berharap, agar pemerintah juga bersikap adil terhadap orang-orang seperti mereka ini. Mereka punya hak juga, sama seperti kita pada umumnya. Hak untuk memeperoleh pendidikan (pasal 31 ayat (1) UUD’45), hak untuk memperoleh pekerjaan (pasal 27 ayat (2) UUD’45), hak untuk memeperoleh kewarganegaraan Indonesia (pasal 26 ayat (1) dan (2) UUD’45), dan hak-hak yang lainnya.

Sejujurnya apakah kita yakin, kalau orang-orang seperti mereka itu rasa nasionalismenya jauh di bawah kita?* Tanyakan hal itu pada diri kita masing-masing, seberapa besar cinta kita terhadap negeri ini, sehingga kita dapat seenaknya menghakimi mereka dengan memberi label yang sedemikian, seolah-olah dalam diri mereka mengalir darah terkutuk!!** Apakah para petinggi-petinggi di atas sana sekarang ini jauh lebih baik dari orang-orang yang ternuang ini?

Marilah sesama anak negeri yang berjiwa Garuda dan berdarah Pancasila, kita bangun Indonesia yang lebih baik, dengan mengesampingkan perbedaan yang ada, dan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran yang sangat berharga. Karena Indonesia sekarang dan di masa depan, bukanlah Indonesia pendendam.* Kita adalah negeri cinta damai …

---##*##---

* orang yang berada di bawah tekanan, dicap begini-begitu, dan menjadi luapan dendam semua orang, justru akan menjadi sebaliknya. Kondisi psikis dan alam bawah sadarnya, tak mengizinkan ia menjadi seperti apa yang dikatakan orang-orang tentang dirinya (ilmu psikologi)
**pewarisan sifat manusia tidak melalui darah!! (ilmu genetika)

0 comments: